Sunday, June 30, 2019

INVESTIGASI

PANTI PIJAT DAN PROSTITUSI



Prostitusi merupakan satu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan di kota-kota besar, termasuk Jakarta. Hal ini merujuk pada data yang diperoleh dari Malangtimes.com,  Kota Jakarta termasuk ke dalam daftar kota di Indonesia yang di dalamnya terdapat praktik prostitusi terbesar. Prostitusi sendiri jelas merupakan suatu tindakan yang ilegal dan menjadi permasalah saat ini. Praktik ini mampu memicu timbulnya penyakit sosial yang dibawa oleh para pekerjanya.
Saat ini, praktik prostitusi menjadi hal yang diperhatikan oleh semua pihak, termasuk masyarakat dan juga pemerintah. Praktik ini terus berlangsung hingga saat ini meskipun berbagai pihak telah melakukan upaya untuk membasmi bisnis haram ini. Namun, akal dan cara yang dipunya oleh para pemilik bisnis haram ini agar proses perputaran uang bisa terus berjalan sangatlah banyak.
Salah satu cara agar bisnis ini terus berlangsung adalah diduga para pemiliki bisnis haram tersebut membalutnya dalam bisnis yang lain, yaitu bisnis pijat yang dilakukan di panti pijat tradisonal. Jika dahulu panti pijat dikenal sebagai tempat yang menyediakan layanan jasa pijat yang dilakukan oleh terapis, namun saat ini layanan berbeda dan lebih dari sekadar pijat biasa.
Para terapis, yaitu para pekerja di panti pijat, bukan lagi memberikan layanan pijat untuk menghilangkan rasa pegal atau lelah, namun saat ini para terapis tersebut memberikan layanan yang mampu menyalurkan rasa nafsu para penikmatnya. Ya, panti pijat kini juga menjadi tempat praktik prostitusi. Untuk membuktikan pergeseran fungsi panti pijat saat ini, kami melakukan investigasi di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Jika kita menengok ke Kawasan Kemayoran, tepatnya di daerah Utan Panjang, maka kita akan melihat banyak sekali panti pijat tradisonal yang ada. Sepanjang kawasan Utan Panjang tersebut, tiap 20 meter sekali, hampir ada satu panti pijat tradisonal yang diberi nama dengan nama bunga. Mulai dari Panti Pijat Mawar 1 sampai dengan Mawar 9, Panti Pijat Dahlia, dan Panti Pijat dengan nama bunga lainnya. Kurang lebih ada sekitar 27 panti pijat di daerah tersebut.
Panti Pijat Mawar

Panti Pijat Delima

Panti Pijat Sari Mawar
Berikut dapat dilihat penyebaran panti pijat di Kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat


Kami melakukan investigasi dengan mengunjungi tiga dari 27 panti pijat tradisional di daerah tersebut. Hasilnya, ketiga panti pijat tersebut terbukti menyediakan layanan prostitusi. Panti pijat tradisonal pertama yang kami kunjungi bernama Panti Pijat Tradisonal Mawar 1. Letaknya bersebelahan dengan minimarket. Saat memasuki panti pijat tersebut, maka kami melihat 6 perempuan berbaju ketat yang duduk di depan dekat pintu masuk tersebut. Seperti barang dagangan, mereka seolah-olah “dipajang” agar para pelanggan bisa memilih terapis yang nantinya akan memijat dan juga menjadi tempat untuk melampiaskan nafsu seksualnya tersebut.
Santi, salah seorang terapi Panti Pijat Mawar 1, langsung menawarkan diri dan mengajak ke atas, yaitu bilik tempat poses pemijitan dan tempat prostitusi berlangsung. Sebelumnya, Santi juga mengatakan bahwa biaya untuk pijat adalah Rp 150.000 dan tambahan sebesar Rp 150.000 untuk bisa mendapati layanan seksual dari pijatnya tersebut. Biaya tersebut di luar uang tip yang harus diberikan ke terapis. Santi juga menjamin bahwa tempatnya ini aman dari penggrebekan oleh pihak berwenang.
“Pijit dua ratus sejam tapi kalau main tambah seratus di luar tip. Enggaklah, gapernah digrebek, berani jamin saya,” ujar Santi.

Setelah mengunjungi panti pijat pertama, kami memutuskan untuk ke panti pijat kedua, yang bernama Panti Pijat Sari Mawar. Panti pijat ini letaknya kurang lebih 50 meter dari lokasi pertama. Ayu, sang terapis, mengatakan bahwa untuk menggunakan layanan pijat dan juga layanan tambahan ++ tersebut di panti pijat tradisonal  ini harus merogoh kocek Rp 300.000. Ia juga menuturkan bahwa layanannya ini tidak bisa dibwa keluar dan hanya bisa “dinikmati” di area panti pijat ini. Dilarang oleh “bos” adalah alasan mengapa layanan haram ini tidak boleh dinikmati di luar panti pijat.


“Mau main hayu, tapi harganya beda jadi 300. Kalau mau, hayu tapi gabisa main di luar gaboleh sama bos, tanggung jawabnya berat,” ungkap Santi.

Tak puas dengan mengunjungi dua panti pijat saja, akhirnya kami mencoba untuk ke panti pijat lainnya. Kali ini panti pijat yang kami kunjungi bernama Panti Pijat Tradisional Dahlia. Letaknya berada di sebrang panti pijat yang kami kunjungi sebelumnya. Tempat ini rada tertutup karena ditutupi oleh tirai bambu bewarna putih. Dari wawancara tersembunyi yang kami lakukan kepada Fani, sang terapis, terungkap bahwa panti pijat di kawasan Utan Panjang ini memiliki tarif yang hampir sama, yaitu berkisar Rp 250.000-300.000. Untuk bisa menikmati jasa Fani dan rekan-rekannya, para pelanggan di panti pijat ini diperbolehkan untuk merasakan pijatan dari sang terapis terlebih dahulu dan jika merasa nyaman maka bisa meminta untkuk mendapatkan layanan ++ yang termasuk ke dalam praktik prostitusi tersebut.
“Sama aja bang, di sini kisaran dua setengah sampai tiga ratus, kalau mau ayo, gampang. Selesain dulu aja pijitnya nanti kalau nyaman atau ok baru lanjut. Dirasain dulu lah urutnya, baru nanti main,” kata Fani.

Kali ini tim kami mewawancari seorang lelaki muda berumur 22 tahun yang hampir 6 tahun menjadi “konsumen” setia panti pijat ++. Seno, sang konsumen setia, mengatakan bahwa hampir tiap bulan ia mengunjungi panti pijat yang menyediakan jasa tersebut. Baik panti pijat tradisional maupun modern yang berbasis aplikasi sering ia kunjungi.
Seno rela mengeluarkan kocek sekitar Rp 300.000-400.000 untuk bisa mendapatkan kepuasan seksualnya. Ditanya mengenai alasan mengapa panti pijat, Seno mengatakan bahwa panti pijat dipilihnya karena dijadikan sebagai tempat untuk menghilangkan lelah sekaligus tempat senang-senang.
“Tempat pijat plus-plus tuh bagi gue buat senang-senang aja. Kalau lagi bosan, capek, pergi deh ke sana. Apalagi masa muda, masih seneng-seneng, wajar lah,” ungkap Seno.
Tempat pijat plus-plus dipilih Seno untuk bersenang-senang dikarenakan rekomendasi dari para temannya. Relasi dan lingkungan Seno memberikannya saran untuk memilih tempat pijat sekaligus penyedia layanan prostitusi untuk bersenang-senang. Saat disinggung mengenai perizinan tempat pijat tersebut, Seno tampaknya tak terlalu memikirkan itu. Ia hanya memikirkan bahwa tempat itu dijadikannya untuk mencari kesenangan semata.
“Masa bodo ya, mau legal ke, mau gak legal ke, kan buat seneng-seneng doang,” kata Seno.
Seno juga merasa tidak keberatan untuk mengeluarkan uang jajannya demi layanan pijat ++ tersebut. Ia juga mengatakan bahwa uang yang dikeluarkan wajar demi memperoleh kepuasan yang ingin dimiliki.
simple sih, wajarlah 200-400 ribu demi kepuasan yang diraih, oke oke aja gue,” Seno.
Seno sendiri menikmati pijat plus-plus ini di daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Ia mengatakan, jika memiliki uang lebih ia akan pergi ke daerah Gandaria City, karena menurut pengakuannya, di daerah tersebut menyajikan layanan pijat plus-plus dengan kemasan yang lebih “mewah”
“Kalau ada duit dan mau yang mewah gue biasanya ke Jaksel, di daerah Gandaria City, tebet juga ada, cuma kalau yang mewah di daerah Gandaria City,” kata Seno.

Kawasan Kemayoran Jakarta Pusat tidak hanya satu atau dua tempat pijat tradisional, tetapi belasan hingga puluhan tempat pijat tradisional yang beroperasi. Banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh panti pijat tradisional ini juga memicu perhatian warga setempat untuk ingin tahu apa yang ditawarkan selain pijat tradisional.
Tim kami berkesempatan melakukan wawancara dengan salah satu warga setempat yang bernama Andi (55). Andi ini berprofesi sebagai pedagang bakso keliling yang terkadang berjualan di depan tempat panti pijat tradisional. Menurut keterangan dari Andi beberapa panti pijat tradisional dan termasuk panti pijat Mawar menawarkan beberapa pilihan pijat dan daftar harga kepada setiap pengunjung yang datang. Tidak hanya pijat tradisional untuk kesehatan tetapi terapis panti pijat menawarkan layanan lebih dari pijat yaitu pijat plus-plus.
Pak Andi (55 Tahun)
Keterangan yang diberikan oleh Andi mengenai harga dan layanan yang di tawarkan oleh terapis panti pijat kepada pengunjung ini diketahui ketika Andi sedang mengantar pesanan bakso ke dalam panti pijat tradisional Mawar tersebut. Kemudian secara tidak sengaja Andi mendengarkan proses tawar menawar terapis panti pijat dengan pengunjung.
“Nawarnya itu, pijat berapa? Kalo pijatnya doang 130ribu, kalau mau sama main plus 400rib..,” ujar Andi yang tidak sengaja mendengarkan percakapan terapis panti pijat dengan pengunjung.
Menurut Andi, panti pijat tradisional tersebut sudah ada sejak ia berada di Jakarta pada tahun 1998. Namun untuk mengetahui bahwa panti pijat tradisional melayani pijat plus-plus atau prostitusi ini dari tahun 2010 dan belum pernah ada kejadian penggrebekan dari pihak-pihak berwajib. Melainkan Andi sempat melihat beberapa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang terlihat sedang berbincang dengan pekerja panti pijat di tempat panti pijat tradisional tersebut.
“kadang kala justru kadang Satpol PP itu malah ngobrol, kaya temen sendiri, tapi tetep keluar,” kata Andi (55) saat ditemui di rumahnya.
Setelah laki-laki suruhan kami sampai di lokasi panti pijat tradisional mawar, dari jarak yang lumayan dekat kami memantau hasil gambar video tersebut. Kami melihat ada meja resepsionis yang cukup tinggi dan terdapat kipas angin diatasnya. Bagus sempat bernegoisasi masalah harga pijat yang telah ditetapkan sebesar 200 ribu, namun wanita tersebut tetap mempertahankan harga awal yang ditawarkan.
“Lebihin boleh, orang satu jam kok. Kan udah dibilang 200 (ribu),” kata wanita pekerja pijat tersebut.
Tidak usah berpikir panjang Bagus langsung mengiyakan harga yang ditetapkan sebesar 200 ribu tersebut. Bagus menunggu sebentar sembari duduk di bangku yang telah disediakan. Namun sebelum duduk lelaki ini mencuri kesempatan untuk melihat surat-surat izin yang berada di dinding. Belum sempat melihat surat-surat izin, wanita tersebut menegurnya.
“Ini mau mijit atau mau ngapain nih,” ucap Lisa (39).
Tiba saatnya Lisa mengantar Bagus ke kamar atau bilik berukuran kecil yang disekat menggunakan dinding triplek dan terhitung ada empat kamar yang serupa. Untuk fasilitasnya ruangan kamar pijat ini sudah dilengkapi Pendingin Udara dan Kipas Angin. Sebelum mulai memijat Lisa sempat menawarkan jasa pijat plus-plus dan lelaki ini dengan polosnya kaget mendengar tawaran tersebut.
“Yaudah pengen diapain, mau di sunatin lagi atau gimana? (sambil tertawa),” ujar Lisa wanita asal Pemalang, Jawa Tengah. 
Lisa menyuruh Bagus untuk melepaskan seluruh baju dan celannya. Dengan rasa gugup Bagus mulai melepas baju dan celana jeansnya. Namun Lisa masih mengatakan lepas juga celana pendeknya. Dengan wajah sedikit kaget, Bagus bicara nanti saja.
“Celananya (boxer) ngga di buka? pake dalaman kaga. Yaudah buka aja,” kata Lisa sambil tersenyum menggoda.
Di dalam bilik panti pijat yang berukuran tiga kali dua meter persegi tersebut Lisa memulai pijatnya dari bagian atas pundak hingga ke bagian bawah kaki. Lisa memijat Bagus menggunakan cairan sejenis Handbody.
Saat asik-asik memijat Bagus sembari basa-basi dan menanyakan Lisa ini 200 ribu dapat jasa pelayanan apa aja. Dengan cepat Lisa mengatakan tidak dapat apa-apa cuma pijat biasa aja, selebihnya lain lagi.
“Ini 200 ribu hanya terapis doang, yang lain beda lagi. Saya (Lisa) aja Cuma kebagian 40 ribu. Selebihnya bayar uang kamar, bayar uang kas (dan) bayar pembokat (pembantu) itu kan,” kata Lisa saat menceritakan hasil uang yang ia dapat.
Bagus mencoba menanyakan ada tidak panti pijat tradisional seperti ini memiliki izin. Wanita bertubuh cukup menarik perhatian lelaki itu dengan tegas menjawab ada kalau tidak ada pasti akan di gerebek Satpol PP dan di ganggu warga sekitar. Izin yang mereka punya adalah izin usaha.
Lisa mengatakan, izin panti pijat tradisional kami ini memiliki izin usaha dan selalu diperpanjang terus. Ia juga menambahkan, bahwa menyiapkan selalu uang keamanan ke beberapa pihak seperti Satpol PP, RT, RW, dan Polsek setempat.
Berdasarkan keterangan Lisa mengenai penggerebekan itu tidak ada sampai saat ini, karena jika ingin diadakan penggerebekan oleh pihak keamanan seperti Satpol PP dan Polsek setempat atau dilakukan oleh organisasi masyarakat pasti akan diinformasikan sebelumnya. Informasi kabar ingin ada razia tersebut didapat dari pihak kelurahan setempat. Panti pijat tradisional semuanya menutup kios sementara untuk menghindari terjadinya penggerebekan.
“Kalau ada apa-apa sebelumnya diberitahu Kelurahan. Kami langsung tutup pintu dan matikan lampu,” ujar Lisa (39).
Bagus mencoba bertanya mengenai keahlian pijat di sini perlu memiliki sertifikatnya tidak. Lisa menyebut, tidak ada keahlihan khusus untuk bisa mengikuti pekerjaan ini biasanya hanya ditanya punya pengalaman pijat sebelumnya. Lisa sendiri sudah mengikuti pekerjaan sebagai pemijat tradisoinal ini selama satu tahun setengah dan sebelumnya ia bekerja di ITC Cempaka Mas.
Lisa menceritakan bahwa pekerjaan sebagai pemijat tradisional atau trapis ini tidak menentu, kadang rame, kadang sepi bahkan malah tidak ada. Tetapi ia mengatakan paling banyak bisa empat pelanggan dan mayoritas lelaki berumuran 25 keatas. Maka tak heran ia melakukan penawaran jasa pijat plus-plus atau prostitusi. Lisa juga menawarkan pijat plus-plus tersebut dengan tarif harga sebesar 250 ribu rupiah.
Lisa (39) juga menambahkan tidak ada yang bisa mengganggu usaha panti pijat tradisionalnya, karena sudah melakukan izin dengan pihak RT, RW dan warga sekitar lokasi panti pijat. Kata dia, untuk izin-izin yang lainnya tidak tahu itu hanya wewenang mami atau yang kita kenal mucikari. Dia juga memberitahu panti pijat mawar ini sudah memiliki sembilan cabang yang jaraknya tidak terlalu jauh satu dengan yang lainnya.    
Sebelum menyelesaikan pijatnya Bagus menanyakan ada tidak pengalaman buruk yang di dapat saat memijat. Kemudian dengan lantang Lisa mengatakan ada aja kaya gitu mau enaknya aja tapi cowo itu tidak punya uang.
“Dia (pelanggan) bilang dompetnya ketinggalan, nah ganggu macan tidurkan. Langsung aja kami pukulin aja itu orang,” ujar Lisa dengan wajah kesalnya itu.
Lisa (39 Tahun)

Dari hasil peliputan investigasi pada panti pijat tradisional mawar ini kami mendapatkan narasumber Lisa (39), seorang wanita berkulit putih dan memiliki bentuk tubuh yang menarik asal Pemalang, Jawa Tengah. Setelah melihat beberapa informasi yang di dapat dari Lisa, kami bisa menarik kesimpulan bahwa dugaan besar mengenai adanya pelayanan pijat plus-plus atau prostitusi di dalam panti pijat tradisional ini benar adanya dan dialami oleh Bagus selaku lelaki yang kami suruh.
Suasana di Suku Dinas Jakarta Pusat

Suasana di Suku Dinas Jakarta Pusat
Berdasarakan hasil liputan investigasi mengenai kasus Panti Pijat Tradisional berkedok Prostitusi di kawasan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat ditemukan bahwa perizinan di beberapa Panti Pijat Tradisional tersebut memiliki izin yang diterbitkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, di mana surat izin tersebut diletakkan di depan meja untuk menyambut para calon pelanggan Panti Pijat tersebut, serta surat izin tersebut dibingkai untuk meyakinkan para calon pelanggan bahwa Panti Pijat tersebut mendapat izin resmi dari instansi pemerintah yang bersangkutan.
Dari hasil temuan tersebut tim investigasi melakukan konfirmasi lebih lanjut terhadap perizinan yang diterbitkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Pada Rabu (26/07/2019) saat ditemui pihak Suku Dinas Kesehatan, bahwa perizinan suatu usaha yang berkaitan dengan kesehatan tidak lagi dilakukan oleh Suku Dinas Jakarta Pusat hal ini diungkapkan oleh Karyawan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Elva Yanti.
Elva Yanti menyebut, meski Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat pernah mengeluarkan izin usaha yang berkaitan dengan kesehatan pada tahun 2014 kebawah, akan tetapi Suku Dinas Keshatan Jakarta Pusat sudah tidak lagi mengeluarkan izin usaha kesehatan di tahun 2014 keatas. Dalam melakukan perizinan usaha kesehatan kini dilakukan oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dimana suatu usaha dilakukan oleh instansi tersebut.
“Oh jadi kalo (izin) yang keluar dari kita itu udah lama, karena kita terakhirnya kita mengeluarkan tahun dua ribu empat belas, setelah dua ribu empat belas sudah PTSP yang mengeluarkan,” kata Elva.

Berdasarkan keterangan yang di dapat oleh salah satu karyawan SKD di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Elva Yanti mengatakan bahwa surat perizinan dalam usaha Panti Pijat yang beredar di kawasan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat sudah tidak lagi diterbitkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Adapun syarat melakukan proses perizinan di Suku Dinas Kesahatan Jakarta Pusat (sebelum tahun 2014) menurut Elva Yanti, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), Izin Tetangga, dan Surat Domisili.
“Untuk ada persyaratannya ada KTP, harus ada Izin dari tetangga, terus ada surat domisili,” kata Elva.
Dari hasil penelusuran tim investigasi kami ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dapat dikatakan bahwa beberapa Panti Pijat yang ditemui di lapangan bahwa Panti Pijat Tradisional yang beroperasi di kawasan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat serta menacantumkan sertifikat izin usaha panti pijat tradisional yang diterbitkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dinyatakan izin usaha panti pijat tersebut telah melanggar hukum atau bersifat Ilegal, dikarenakan pihak Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat sudah menyatakan izin usaha panti pijat tersebut sudah tidak berlaku lagi.
“Izinnya udah mati, kita terakhir pokoknya (Tahun) dua ribu empat belas mengeluarkan izin, setelah itu PTSP,” kata Elva.
Hal ini tentunya menjadi perhatian dari pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk selalu mengawasi mengenai perizinan suatu usaha yang berjenis panti pijat tradisional di kota Jakarta, dikarenakan dari hasil liputan tim investigasi beberapa usaha Panti Pijat Tradisional di kawasan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat teradapat mencantumkan surat izin usaha dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Panti Pijat Tradisional tersebut juga menyediakan jasa berkedok prostitusi.
Panti Pijat Tradisional memang merupakan bisnis yang pada dasarnya bersifat legal akan tetapi jika tidak memiliki izin usaha maka bersifat Ilegal, terebih lagi jika Panti Pijat tersebut juga menawarkan jasa berkedok prostitusi. Banyak oknum-oknum saat ini terutama di kota Jakarta masih menjalankan bisnis tersebut menjadikan bisnis tersebut sebagai lahan basah untuk bertahan hidup di kota Jakarta. Dalam menjalankan bisnis Panti Pijat Tradisional berkedok Prostitusi tentunya berkaitan dengan pidana yang akan dikenakan kepada pemilik bisnis Panti Pijat tersebut.
Aiptu Dede Saepudin
Maraknya bisnis Panti Pijat Tradisional yang berkedok menyediakan jasa Prostitusi tentunya harus mendapat perhatian dari pihak penegak hukum setempat. Berdasarkan hasil wawancara tim investigasi kami pada Polsek Kemayoran, Jakarta Pusat pada Kamis (20/06/2019) pihaknya sudah tidak terlalu aktif melakukan operasi gabungan untuk menindak Panti Pijat Ilegal, hal ini diungkapkan oleh Aiptu Dede Saepudin di Kantor Polsek Kemayoran.
“Di Kemayoran ada beberapa pengusaha ya kayak refleski judul-judulnya, namun demikian karena kitapun terus terang jarang melakukan operasi gabungan,” kata Aiptu Dede.
Selain itu pihak Polsek Kemayoran, Aiptu Dede juga mengungkapkan bahwa pihak Polsek Kemayoran juga pernah melakukan operasi gabungan untuk menindak Panti Pijat Tradisional yang ilegal, akan tetapi menurutnya anggota tim yang ada di Polsek Kemayoran hanya beranggotakan tiga orang sehingga menghambat kinerja operasi gabungan yang dilakukan oleh Polsek Kemayoran.
“Dulu pernah kita menangkap sampe menyegel, karena keterbatasan anggota juga, terus terang jangankan menyentuh ke tkp yang satu ada kejadian lagi di tkp lain, disini satu tim cuma tiga orang, lapangan dan di dalam,” kata Aiptu Dede di Polsek Kemayoran.
Adapun penegakan hukum yang bisa dilakukan Polsek Kemayoran jika terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan Panti Pijat Tradisional yang berkedok Prostitusi adalah tentang Perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), akan tetapi Polsek Kemayoran belum bisa menindak Pekerja Seks Komersial (PSK) dalam Panti Pijat Tradisional yang berkedok Prostitusi dengan ketentuan hukum tersebut, dikarenakan belum adanya penetapan KUHP yang baru.
“Ada disitu kan perzinahan bisa, makanya tergantung pidananya kita gak bisa itu. Pemiliknya berikut pelakunya, seandainya ada detail terjadi pidana, belum ada informasi dari warga, kita operasi tiga orang kan gak mungkin, greget gagahnya ga ada yang ada ngapain mau mijat entar gitu,” kata Aiptu Dede.
Untuk saat ini tidak ada ketentuan khusus dalam KUHP yang dapat menjerat PSK. Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK. Sedangkan, pasal KUHP yang saat ini berlaku hanya dapat digunakan untuk menjerat pemakai atau pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
Berdasarkan ketentuan Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP:
Pasal 296
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pasal 506
Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.

Hal tersebut masih menjadi polemik dalam penindakan hukum terhadap pelaku-pelaku di Panti Pijat Tradisional berkedok Prostitusi, sehingga perlu adanya payung hukum yang kuat berlaku sesuai dengan kondisi saat ini. Maka dari itu perlu adanya kerjasama antara pihak penegak hukum yaitu Kepolisian, pihak pemerintah daerah khususnya Pemprov DKI Jakarta, serta Warga sekitar Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat untuk melakukan penertiban terhadap usaha-usaha Panti Pijat Tradisional berkedok Prostitusi dengan begitu akan menciptakan lingkungan yang aman dan tertib.
Di bawah ini merupakan video tambahan, tim kami mencari informasi di tempat pijat lainnya di kawasan Kemayoran.






Wednesday, March 13, 2019

Merajut Hidup dengan Kerupuk



Merajut Hidup dengan Kerupuk

Kawasan Epicentrum, Jakarta Selatan, memang terkenal dengan daerah perkantoran yang berada pada gedung-gedung tinggi nan mewah. Tempat ini dilalui oleh para pekerja yang lalu lalang setiap pagi dan sore harinya.
Namun, pada sore hari, ada satu pemandangan unik di daerah tersebut. Bukan, pemandangan itu bukan karena para pekerja pulang kerumahnya, melainkan terdapat sosok suami-istri yang juga sedang mencari rupiah.

Suami-istri tersebut bukanlah pekerja dari salah satu kantor yang berada pada gedung-gedung mewah itu. Mereka adalah penjual kerupuk ikan tunanetra yang “berkantor” di pinggir Jalan Epicentrum, tepatnya di depan Plaza Festival.

Pak Jono dan keluarga


Ya, pasangan suami-istri difable penglihatan tersebut bernama Nunung dan Jono. Menikah pada tahun 2006, keduanya memutuskan untuk mejual kerupuk ikan yang Mereka beli dari temannya. Usahanya itu tak lain tak bukan untuk tetap bertahan hidup di kota yang katanya keras ini, yaitu Jakarta. Selain itu, keuntungan yang mereka dapatkan juga dipergunakan untuk menyekolahkan sang buah hati, yaitu Clarissa, yang saat ini sedang menempuh pendidikan tahun ke-2 di bangku Sekolah Dasar Negeri 21 Menteng Pulo.

Dahulu, pekerjaan Nunung bukan menjual cemilan garing itu. Pekerjaan utama perempuan berusia 41 tahun itu ialah seorang terapis pijat. Mayoritas pengguna jasa Nunung ialah penduduk tidak tetap Apartemen Taman Rasuna. Namun, seiring dengan waktu, pekerjaan tersebut mulai ditinggalkan. Nunung merasa pekerjaanya sudah tidak cukup untuk membuat dapur menjadi ngebul dan tidak bisa membuat anak bersekolah. Oleh karena itu, Nunung memutuskan untuk menjual kerupuk ikan bersama sang suami.



Setiap hari, dengan tongkat penunjuk jalannya, Nunung dan Jono menjajahkan kerupuk-kerupuknya itu. Orang tua dari dua orang anak ini berjualan mulai dari berkeliling di kawasan Menteng hingga berpangkal di depan Plaza Festival. Menunggu anak pulang sekolah menjadi alasan mengapa pasangan suami ini memutuskan untuk berjualan pada pukul 3 siang hingga pukul 10 malam.
Kerupuk dipilih sebagai barang dagangan karena dianggap mudah dan praktis. Hanya bermodal kepercayaan, teman Nunung mempercayai kerupuknya untuk dijual kembali oleh Nunung. Setiap minggunya, Nunung mampu menjual 200-300 bungkus kerupuk dengan omzet berkisaran Rp 500.000.

Setiap jenis pekerjaan ada tantangannya, begitu kata kebanyakan orang. Kata-kata itu juga berlaku bagi Nunung dan Jono. Tantangan terbesarnya ialah cuaca. Ketika langit berubah menjadi abu-abu disertai dengan suara gemuruh petir, Nunung dan Jono panik. Ia bingung ke mana mereka akan berteduh dengan bawaan kerupuk sebegitu banyaknya. Kejadian ini sering menimpanya ketika sedang berpangkal di Plaza Festival.

Kepanikannya tak bertahan lama. Nunung dan Jono tampaknya dikelilingi oleh orang-orang baik. Kesulitan-kesulitannya tersebut seperti diruntuhkan oleh tuhan dan digantikan dengan kemudahan yang diberikan semesta. Ketika cuaca mulai tidak bersahabat dengannya, mereka berdua bisa masuk dan berteduh ke lobi Plaza Festival. Ini terjadi karena mereka mendapatkan izin dari “orang baik” untuk singgah di pusat perbelanjaan kawasan Rasuna Said tersebut.
Penghasilan dari berjualan kerupuk memang tak seberapa. Namun, Nunung harus pintar akal agar uang tersebut mampu mencukupi segala kebutuhan Ia dan keluarganya. Tak kenal lelah dan tak mau putus asa tampaknya menjadi dua kata yang menjadi “pegangan” Nunung. Ia berpesan kepada orang di luar sana agar menjadi pribadi yang bekerja keras dan jangan malas.
“Selama masih punya tenaga dan masih sehat harus bekerja keras. Jangan malas-malas, masa Saya aja yang kaya gini mau bekrja masa kalian gamau,”

Perjuangan Nunung dan keluarganya seperti menjadi pengingat Kita. Tak boleh malas dan bekerja keras menjadi dua kata “tamparan”bagi kita untuk tetap berjuang dalam hidup yang diberikan tuhan “sempurna” ini.




INVESTIGASI

PANTI PIJAT DAN PROSTITUSI Prostitusi merupakan satu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan di kota-kota besar, termasuk Jakarta...